Kamis, 07 Agustus 2014

GUA MARIA SRININGSIH, PRAMBANAN

                            GUA MARIA SRININGSIH, PRAMBANAN
GUA Maria Sendang Sriningsih berada di Stasi Dalem, Paroki Santa Perawan Maria Bunda Kristus Wedi, Dusun Jali, Desa Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jaraknya dari pusat Kota Yogyakarta sekitar 30 kilometer. Gua ini berada di lereng Perbukitan Seribu. Dari atas perbukitan itu, pada malam hari, para peziarah dapat memandang keindahan Kota Klaten Gua Maria Sendang Sriningsih selalu ramai dikunjungi umat. Lebih­-lebih lagi pada malam Jumat Kliwon, jumlahnya berlimpah karena diada­kan Misa Novena yang diadakan pada pukul 21.00 Wib. Seusai perayaan Ekaristi, biasanya diadakan upacara Penghormatan Sakramen Maha kudus atau yang sering disebut Astuti.
Lokasi gua tersebut ditemukan pada tahun 1936 oleh Pastor Hardjo­suwondo. Di situ ada mata air yang disebut Sendang Duren. Suasananya teduh, sejuk clan menenteram­kan hati. Di sekitarnya tumbuh pohon beringin, gayam, mang­ga dan pohon jati. Sebab itu, masyarakat setempat menganggap angker tempat itu. Lahan itu dimiliki oleh Ny. Sutoikromo Rejosari. Tempat itu lazirn digunakan untuk bertapa dan bersemadi. Ro­mo sangat terinspirasi untuk membangun Gua Maria di situ. Akhirnya tanah itu berhasil dibeli oleh Romo Hardjosuwondo pada tahun 1936 atas nama Bapak lg. Atmosuwito.
Pembangunan gua dimulai dengan pembuatan bak untuk menampung air yang selalu mengalir. Di samping bak air itu dibangun rumah joglo yang dibeli dari daerah Gading, Gunung Kidul. Patung Maria yang sedang menimang bayi Yesus ditempatkan di dalam rumah itu. Patung itu dibikin oleh Bapak Brotosurnarto dari Serut dan dibantu oleh Bapak Brotosukisno dari Jali. Bahan dasarnya terbuat dari batu murni yang diambil dari Kaligesing wilayah Pathuk, Gunung Kidul. Selain itu, dibangun stasi-stasi untuk proses Jalan Salib. Setelah selesai, gua ini diberi nama Sendang Sriningsih. Meski masih sederhana, gua ini mulai dijadikan tempat ziarah oleh umat sekitarnya, terutama dari Stasi Jali, Paroki Wedi dan Klaten.
Seizing dengan perjalanan waktu, komplek Sendang Sriningsih senantiasa dibenahi tata letak dan desainnya. Pada tahun 1953 dibangun Gua Maria di sebelah barat ditambah altar yang cukup megah untuk ukuran waktu itu. Stasi-stasi jalan salib juga diremajakan. Sejak saat itu, Sendang Sriningsih lebih dikenal oleh masyarakat luar. Namun, dalam rentang waktu tertentu, gua ini sepi pengunjung, bahkan ditelantarkan perawatannya karena kesulitan dana.
Pada tahun 1958, pengelolaan gua ini diserahkan kepada lembaga Katolik Jali Gayamprit. Salah satu kegiatannya adalah memperlebar halaman gua ke arah utara. Gua Maria dipindahkan ke selatan menghadap utara. Rumah joglo dipindahkan ke halaman Sendang Sriningsih sebelah utara (tempat joglo sekarang). Patung Bunda Maria diganti dengan patung baru hasil karya Romo A. Soenarjo, SJ. Jalan menuju gua juga dipindah lewat utara. Untuk menjamin pemeliharaan Gua Sendang Sriningsih selanjutnya, sejak tahun 1976 pengelolaannya diserahkan kepada Paroki Wedi. Berdasarkan keputusan itu, dibentuklah Panitia Sriningsih (PANSRI). Di bawah PANSRI, pengelolaan gua ini mengalami peningkatan dan keberadaannya semakin dikenal di kalangan umat Katolik.
Sejak April 1979, PANSRI .memasang salib besar di bukit Golgota, membangun Gua Maria baru dan membangun sebuah Kapel berbentuk joglo. Akhirnya, pada 19 Agustus 1979, Kardinal Yustinus Darmoyuwono selaku Uskup Agung Semarang meres­mikan Gua Maria Sriningsih. Sejak itu, jumlah peziarah yang ber­kunjung ke tempat suci itu semakin bertambah.
TRADISI
Ada beberapa tradisi menarik di Gua Maria Sendang Sriningsih. Pertama, setiap tanggal 30 April dan 30 September, mulai pukul 19.00 Wib diadakan prosesi oncor dari Gereja Santa Maria Marganingsih menuju bukit Golgota Sedang Sriningsih sambil berdoa Jalan Salib sebagai tanda pembukaan Bulan Maria dan Bulan Rosario, yang dilanjutkan dengan Misa Kudus di Sendang Sriningsih.
Kemudian dilakukan upacara penutupan setiap tanggal 31 Mei clan 31 Oktober.
Kedua, doa setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon yang selalu dihadiri banyak umat. Sejak tahun 1985, setiap malam Jumat Kliwon di tempat ini dilakukan Misa Novena yang dilanjutkan dengan Peng­hormatan Sakramen Ma­hakudus. Upacara ini selalu dihadiri umat dari paroki­-paroki terdekat.
Ketiga, perayaan misa setiap malam Minggu pada bulan Mei dan Oktober. Perayaan ini bukan untuk menggantikan misa Hari Minggu, melainkan untuk merayakan karya kesela­matan Allah bersama para peziarah yang datang dari berbagai daerah.
DOA KEPADA BUNDA ALLAH
Ya Santa Perawan Maria yang tidak bercela, Bunda Allah, Ratu alam semesta, Bunda kami yang baik; engkau yang melampaui semua santo-santa dalam kesucian, satu-satunya harapan para Bapa Gereja, dan suka cita para santo-santa. Melaluimu kami telah diperdamaikan dengan Allah. Engkau satu-satunya pembela kaum pendosa, dan penjamin keselamatan mereka yang mengarungi samudera kehidupan ini. Yo Ratu Agung, Bunda Allah, selimutilah kami dengan sayap-sayap betas kasihanmu dan kasihanilah kami.
Kami harap hanya dalam engkau, ya Santa Perawan yang amat suci, kini dan sepanjang masa. Amin.


Oh... Yesus.. kuatkan kami untuk melangkah

Salib Kehidupan