Rabu, 06 Agustus 2014

GUA MARIA SENDANGSONO, PROMASAN , KALIBAWANG, YOGYAKARTA

SENDANGSONOberasal dari dua kata bahasa jawa, yaitu sendang = mata air, sumur, telaga kecil; dan sono = pohon. Sono - berarti mata air di bawah sebatang pohon Sono. Gua Maria Sendangsono berada di wilayah Paroki Promasan, Kali­bawang, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dulunya sumber mata air ini bernama sumber Semagung, salah satu dari tiga mata air di daerah itu.
Kalibawang terhitung daerah yang kekurangan air. Masyarakat setempat sukar sekali menggali sumur. Hanya ada tiga sumber air (sendang) di tempat itu, yaitu Beji Klangon, Tuksanga yang terletak di antara Gereja Plasa dan tempat peziarah, serta Semagung yang disebut Senidangsana bertuah.
Sejak awal Sendangsono dipandang istimewa daripada kedua sendang lainnya. Menurut cerita para tetua setempat, para rahib Buddha yang pulang dari Candi Borobudur ke biara atau Boro Kidul (sekarang Boro) memilih air Sendangsono ini untuk diminum. Para rahib itu menelusuri pegunungan Menoreh melewati Kerug membelok ke kiri menuju Boro, kemudian berjalan kaki dari Borobudur ke Boro Kidul. Perjalanan yang panjang di bawah cuaca yang kadang-kadang kurang bersahabat memaksa para rahib itu beristirahat. Mereka memilih tempat istirahat di Semagung karena sumber airnya jernih.
Sementara itu, masyarakat sekitar meyakini tempat itu didiami segala macam roh. Sebab itu, selama bertahun-bertahun mereka mengadakan selamatan dan sesaji bagi roh-roh yang menguasai sendang tersebut. Konon, roh-roh itu mendiami pohon-pohon sono yang bertumbuh subur di sekitar sendang tersebut. Di samping itu, orang-orang sekitar juga kerap memanfaatkan tempat ini untuk semadi.
Latar belakang tersebut menjadi sumber inspirasi untuk menjadikannya sebagai tempat kudus. Artinya, karena sendar itu sudah lama menjadi tempat "kudus", selayaknya kalau didiami oleh orang yang suci juga. Tempat yang dulunya diyakini sebagai tempat tinggal roh-roh diubah menjadi ' tempat bersemayam Bunda Maria yang tak bernoda.
Pada 14 Desem­ber 1904, Pastor van Lith SJ, seorang misonaris berke­bangsaan Belanda, tiba di Semarang. Ia memberkati sum­ber air itu untuk membaptis 173 orang, rombongan pertama orang Ka­tolik yang dipermandikan di Jawa Tengah.
Momen bersejarah ini terukir di sebuah tembok yang terletak dekat dengan altar utama Gua Sendangsono. Sejak saat itu, tempat itu terkenal sebagai tempat ziarah Bunda Maria.
Kemudian, Pater J. B. Prennthaler SJ (1885-1946), yang sudah lama bertugas di Kalibawang, menganjurkan agar di sekitar sendang yang sudah diberkati ini sebaiknya ditempatkan suatu lambang kekudusan dan kemurnian. Maka dimulailah pembangunan "Gua Lourdes" untuk menernpatkan patung Bunda Maria. Patung Bunda Maria dipesan khusus dari Perancis dan di­bawa dengan kereta api ke Sentolo. Di tempat itu, puluhan umat mengangkut peti seberat 300 kg menuju Sendang­sono.
Gua ini diberkati pada 8 Desember 1929 bertepatan dengan perayaan 75 Tahun Bunda Maria Tidak Bernoda oleh pembesar Serikat Jesuit, Pater Kalken. Upacara itu dihadiri sekitar 700 umat. Perayaan misa dirayakan di sebuah gedung Sekolah Dasar yang biasa digunakan sebagai gereja, yang disusul dengan prosesi ke Gua Maria.
Gua Maria Sendangsono dianggap sebagai Gua Lourdes-nya Asia Tenggara dewasa ini. Selama bulan Mei dan Oktober, ribuan umat dari berbagi paroki di Indonesia dan bahkan dari luar negeri berziarah ke gua ini. Sayangnya, suasana di sekitar tempat ziarah tersebut saat ini kurang bening dan khusuk seperti dulu. Banyak pengunjung menjadikannya sebagai tempat rekreasi, dan bukan untuk berdoa dan bermeditasi.
DOA KEPADA BUNDA MARIA DARI LOURDES
Ya Santa Perawan Maria yang tak bercela, Bunda yang berbelas kasih, jaminan kesehatan bagi yang sakit, pengungsian bagi pendosa, penghiburan bagi yang menderita, engkau tahu segala
kebutuhan kami, kesulitan kami, dan penderitaan kami; berkenanlah
mengarahkan pandangan kami pada belas kasihanmu. Dengan menampakkan diri di gua Lourdes, engkau diizinkan membuat tempat itu suci, dan dari situ pun engkau dapat menyalurkan anugerahmu dan banyak penderita telah memperoleh kesembuhan dari kelemahan dan sakit mereka, baik jasmani maupun rohani.
Maka, kami datang dengan keyakinan penuh seraya memohon dengan perantaraan keibuanmu. Penuhilah don kabulkanlah, ya Bunda terkasih, permohonan-pemohonan kami. Kami pun akan berusaha keras untuk meniru keutamaanmu agar kami suatu saat dapat menikmati kemuliaanmu, ya Bunda dan memperolehnya dalam keabadian. Amin.

BAPAK BARNABAS SARIKRAMA, CIKAL BAKAL UMAT KATOLIK SENDANGSONO, KALIBAWANG
Sendangsono tidak bisa lepas dari tokoh yang satu ini. Bapak Barnabas Sarikrama. Pasalnya, dialah yang menjadi cikal bakal umat Katolik di Sendangsono. Semula Barnabas Sarikrama adalah penggemar ilmu gaib atau supranatural. Ia tidak merasa puas dengan keterangan-keterangan yang didapatnya dari guru-guru kebatinannya. Maka, ia pun sering berpindah-pindah dari guru yang satu ke guru yang lain. Akhirnya ia bertemu dengan Dawud.
Pak Grudug alias Dawud Tadikrama sebelumnya adalah Guru ilmu gaib. Ia kerap mengadakan olah batin di tempat-tempat yang wingit, seperti sendang, sungai, dan lain sebagainya dengan diikuti oleh para muridnya di sekitar Kalibawang. Apabila ia mau meresmikan muridnya yang telah lulus dalam ilmu yang diajarkannya diadakanlah upacara peresmian. Peresmian itu sendiri harus disaksikan oleh murid-murid lain dan roh-roh yang mendiami kayu-kayu sana dan batu-batu di sekitar tempat itu. Ia akhirnya menjadi pengikut Kristen kerasulan setelah gurunya Kyai Setjowiguno "dikalahkan" oleh Kyai Sadrach Surapranata, seorang pendeta kristen Kerasulan Pusat yang berkedudukan di Karangjasa Kutoarjo.
Suatu hari Sarikrama tidak dapat bepergian sama sekali karena kakinya luka parah. Obat-obatan dari dukun tidak menolongnya. Kadang-kadang ia menerima saleb dari temannya yang bernama Dawud itu. Namun, kedatangan Dawud tidak pasti. Sering obatnya suclah habis, namun Dawud tidak kunjung tiba juga.
Terdorong oleh hasratnya untuk sembuh, ia bertanya kepada Dawud, dari mana saleb itu ia peroleh. Diterangkan oleh Dawud bahwa saleb itu dari seorang Pastor Belanda di Muntilan. Yang mengobati pun seorang dokter Belanda. Orangnya besar tetapi hatinya baik. Mendengar keterangan Dawud itu Sarikrama minta untuk dihantarkan ke Muntilan menghadap Pastor itu.
Di Pastoran Muntilan Sarikrama diterima Bruder Th. Kersten, SJ yang disebut dokter Belanda oleh Dawud tadi. Dengan sabar luka Sarikrama yang telah parah dicuci bersih, disaleb, kemudian dibalut dengan perban yang bersih oleh Bruder itu. Lalu Sarikrama dinasihatkan oleh Bruder agar setiap Minggu ia datang. Pulangnya Sarikrama diberi saleb dan perban. Namun, Sarikrama. tidak lekas pulang. Hatinya sangat terharu atas perawatan dan penerimaan Bruder terhadap dirinya. Sarikrama pun keluar dari kamar obat seraya minta izin untuk boleh masuk gereja bersama dengan orang-orang lainnya itu.
Di dalam gereja ia mendengar ajaran Romo Van Lith SJ, yang kemudian diulangi oleh guru agamanya yang bernama Bapak Andreas Martaatmadja. Hatinya tertarik. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk minta kepada Bapak Andreas agar setiap hari Minggu ia boleh masuk ke gereja. Permintaannya itu tentu saja tidak ditolak. Bahkan pulangnya pun ia diberi buku Katekismus dengan huruf Jawa yang boleh dipelajari oleh Sarikrama di rumahnya.
Sarikrama menjadi murid yang setia. Pada tanggal 20 Mei 1904, ia dibaptis oleh Romo Van Lith, SJ di Muntilan. Sesudah upacara selesai, Sarikrama pun berkata, "Kaki saya sudah dapat saya pergunakan lagi karena kemurahan Tuhan. Maka, selanjutnya akan saya pakai untuk karya Tuhan." Ia pun mohon dilatih agar bisa menjadi guru agama. Tanpa diminta dan tanpa dibayar ia lalu berkeliling ke seluruh Kalibawang, memberi bimbingan kepada lebih kurang 200 orang. Baik para calon maupun orang-orang yang telah dibaptis membutuhkan pelajaran agama dari Romo Van Lith SJ dan Romo­romo pembantunya. Namun, sehari-hari mereka telah sibuk mengajar di sekolah, sehingga kekurangan waktu untuk mengunjungi mereka secara rutin. Padahal mereka perlu diteguhkan imannya, dibangkitkan semangatnya sehingga bersemangat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi di Muntilan. Jarak Muntilan - Kalibawang tidak dekat. Pulang pergi berjalan kaki 4 jam. Bukan pekerjaan mudah. Hanya semangat yang menggairahkan mereka untuk pergi beribadat dengan kondisi seperti itu.
Bapak Barnabas Sarikrama tahu akan kebutuhan orang-orang dalam asuhannya. Sambil mengajar ia kadang-kadang membagi-bagi pil kinine atau saleb yang diperolehnya dari Pastoran Muntilan atau Mendut Karya Kerasulan Awam. Hal itu dikerjakan sendiri selama 9 tahun tanpa Pastor. Baru pada tahun 1914 Romo Gembala yang pertama ialah Romo L. Groenewegen SJ almarhum datang meringankan beban Pak Barnabas. Namun, karena kesehatannya terganggu beliau pulang ke negeri Belanda pada tahun 1920 diganti oleh Romo J. Barendsen SJ. Pada tahun 1924 Gembala yang kedua ini pindah tempat diganti gembala ketiga yang agak lama di sini, yakni Romo JB. Prennthaler SJ dari Austria. Pada tahun 1935 beliau cuti ke luar negeri dan setelah kembali pada tahun 1936 ia bekerja di Rawaseneng, Temanggung di mana sekolah pertanian katolik Helderweird didirikan. Pada bulan Mei 1940 beliau ditawan Polisi Belanda, sebab padawaktu itu Belanda berperang dengan Jerman. Dari situ beliau diangkut ke Madiun. Beberapa bulan kemudian ia diizinkan kembali ke Rawaseneng. Setelah pulau Jawa diduduki Jepang Rawaseneng ditinggalkannya lalu kembali ke Boro pada tahun 1942.
Sebelumnya pada tahun 1935-1942 yang melanjutkan misi di Kalibawang adalah Romo C. Tepemma SJ dibantu oleh Romo R. Jasawihardja SJ.
Akhirnya Romo JB. Prennthaler SJ pada awal pemerintahan jepang tahun 1942 dikembalikan lagi ke Boro.
Pekerjaan 13apak Barnabas tidak pernah terhenti. Ia tetap menjadi pembantu Romo. Maka, pada tanggal 8 Desember 1929 diadakan perayaan 25 tahun atau pesta perak Bapak Guru Agama tanpa bayar ini bersamaan dengan perayaan 25 tahun misi di Kalibawang. Dalam pidatonya Romo JB. Prennthaler SJ menguraikan riwayat misi di Kalibawang yang telah maju. Pertama kali, beliau mengucapkan terima kasih kepadaTuhan Yang Mahesa. Kedua kalinya, ucapan terima kasih ditujukan kepada para penderma mini Kalibawang di luar dan di dalam negeri, juga kepada Romo Van Lith Sj sebagai peletak dasar karya misi Kalibawang. Dan, tak ketinggalan kepada saudari-saudara lain yang telah ikut menyukseskan misi tersebut. Ketiga kalinya ucapan yang panjang lebar dan mengharukan ditujukan khusus untuk Bapak Barnabas Sarikrama. Seperempat abad lamanya rasul awam ini membantu misi tanpa diminta, tanpa dibayar. Maka Sri Paus berkenan menghadiahkan kepadanya sebuah bintang yang berwujud "SALIB KEHORMATAN EMAS" dengan tulisan "Pro Eccclesia et Pontificae" beserta piagamnya. Dialah bangsa Indonesia yang pertama kali mendapat kehormatan itu. Semua penduduk Kalibawang dan para tamu yang hadir ternganga, heran. Bapak Barnabas Sarikrama sendiri tidak kuasa menahan harunya. Ia pun malah memuji Sri Paus yang dari Roma nun jauh di sana berkenan menunjukkan cinta kasihnya kepada umatnya yang sederhana di tempat yang sangat pelosok.

Wajah para hadirin berseri-seri tatkala Romo V. Kalken SJ menyematkan "Salib Kehormatan" di dada Bapak Barnabas yang pada waktu itu memakai baju hitam. Beberapa orang menitikkan air mata tak kuasa menahan rasa haru dan gembira. Satu per satu memberi sambutan. Dan, Bapak Barnabas Sarikrama merasa malu mendengar pidato pujian Romo JB. Prennthaler Sj, namun hatinya berdebar-­debar campur aduk dengan rasa gembira dan bangga diperkenankan memakai "SALIB KEHORMATAN" di dadanya. (sumber: Buku Sendang SONO, 1967)








GUA MARIA JATININGSIH, KULONPROGO

                                  GUA MARIA JATININGSIH, KULONPROGO
GUA Maria Ratu Perdamaian Sendang Jatiningsih berada di wilayah Paroki Klepu, Dusun Jitar, Desa Sumberarum, Keca­matan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Semula gua ini diberi nama Sendang Pusung (Sing ngapusi busung = siapa yang berbohong akan terkena tulahnya), sesuai dengan nama asli lokasi gua. Namanya kemudian diubah menjadi Sendang Jati(ning)sih, yang berarti sumber air dari rahmat Tuhan yang sungguh­sungguh mendatangkan kedamaian.
Pembangunan gua ini merupakan bagian dari perjalanan Gereja Katolik di daerah Klepu, khususnya di dusun Jitar Pingitan. Berawal dari kisah pembabtisan EX. Dikin di Gereja St. Petrus dan Paulus Klepu pada bulan Desember 1952 yang ketika itu duduk di Kelas V SD Kanisius Ngapak. Setahun kemudian disusul empat rekannya, yaitu Ignasius Tentrem, P Sapardi, B. Semin, dan Taryono. Mereka inilah yang rnenjadi pionir berkembangnya agama Katolik di wilayah ini. Kemudian P Sapardi memelopori berdirinya Lingkungan Jitar Pingitan. Setiap malam Jumat ia mengikuti pandidikan agama Katolik.
Jumlah umat secara berangsur-angsur bertambah. Kalangan muda-­mudi menggelar berbagai acara kesenian tradisional seperti wayang orang, ketoprak, karawitan, dan tari kreasi baru sebagai sarana pewartaan. Mereka tidak segan-segan mencantumkan label Katolik di belakang nama kegiatan mereka seperti wayang orang Katolik dan Ketoprak Pemuda Katolik. Berkat perjuangan dan jerih payah kaum muda pada tahun 1984 hampir semua orangtua di Dusun jitar dan Pingitan ingin belajar agama Katolik secara intensif. Rupanya, karena semakin banyak umat yang menganut agama Katolik sementara belum ada tempat ibadat, salah seorang pemuka umat, yaitu Ignasius Purwowidono tergerak hatinya untuk menghibahkan tanah seluas 200 meter persegi yang bersebelahan dengan rumahnya untuk didirikan kapel bagi umat Lingkungan Jitar Pingitan.
Karena sesuatu hal, lahan itu kemudian ditukar dengan tanah lain yang terletak di tepi Kali Progo seluas 800 meter persegi. Di tempat inilah kemudian dibangun Gua Maria.
Gua Maria Ratu Perdamaian Sen­dang Jatiningsih dibangun secara swadaya oleh umat sejak I Mei 1986. Patung Bunda Maria dibuat oleh seorang pematung dari Muntilan. Patung itu ditahtakan pada 15 Agustus 1986 dan diberkati oleh Romo Mardi Kartono SJ pada 8 September 1986. Sejak saat itu gua ini ramai dikunjungi umat dari berbagai daerah.
                                    DOA KEPADA BUNDA MARIA, SANG RATU DAMAI
Salam Maria, Sang Perawan yang terberkati; Bunda Allah yang berkenan menampakkan diri kepada para gembala kecil yang seder­hana. Sang Perawan yang amat suci, Bunda kaum peziarah, yang menghiasi Bunda Tuhan kami, Ratu Sorga dan bumi. Bunda rahmat ilahi, perawan yang amat berbelaskasih, kepadamu kami yang pendosa dan malang ini datang, menghadapmu dengan rendah hati dan menyampaikan penghormatan dan berterimakasih. Ya Bunda yang amat mengagumkan, kami berjanji untuk setia melayanimu selalu dan melakukan semua dengan daya kekuatan kami untuk membuat yang lain mencintaimu.
Kami menyerahkan seluruh pengharapan kami kepadamu. Kanii yakin selamat berkat pemeliharaanmu. Melalui campurtanganmu Putera Ilahimu terangilah pikiran kami, murnikanlah hati kami, dan penuhilah jiwa kami dengan rahmat yang amat kami perlukan saat ini. Terimalah kami sebagai hambamu dan lindungilah kami di bawah mantol birumu, ya Bunda yang berbelaskasih. Kami dengan rendah hati memohon kepadamu, Ya Bunda, penuhi kami dengan rahmat dan kasih yang kini kami cari, jika mereka mencari bantuan bagi jiwa yang abadi, dan jiwa-jiwa yang kami doakan. (Sebutlah permohonan lintensi pribadi Anda)
Dengan dayamu berilah kami kekuatan kehendak untuk menjauhi segala cobaan dan godaan, kami memohon kepadamu selalu untuk menolong kami, khususnya pada saat kami menjelang ajal kami. Janganlah meninggalkan kami, kami memohon dengan sangat kepadamu, sampai engkau memandang kami selamat di sorga, dengan berkatmu dan mendaraskan lagu pujianmu memenuhi sepanjang segala abad. Amin.
OMKA Paroki Kristus Raja Surabaya

OMKA Paroki Makasar + Menado



“PERSIAPKAN JALAN BAGI TUHAN”

“PERSIAPKAN JALAN BAGI TUHAN”
Hai… saudaraku seiman dalam Yesus Kristus…
Kita tahu dan sadar dalam iman kita bahwa “Yesus akan datang kembali sebagai Raja Penghakiman...”
Sudahkah kita siapkan Jalan bagi Tuhan…
Yesaya 11:1-10                           
          “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang. Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah, dan menjatuhkan keputusan dengan keadilan, Serta akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; Ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya Ia akan membunuh orang fasik. Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang. Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya. Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. Anak yang menyusu akan bermain-main dekat dengan liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya. Maka pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia.”
Roma 15:4-9
          “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Yesus Kristus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah. Yang aku maksudkan ialah, bahwa oleh karena kebenaran Allah Kristus telah menjadi pelayan orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikan-Nya kepada nenek moyang kita, dan untuk memungkinkan bangsa-bangsa, supaya mereka memuliakan Allah karena rahmat-Nya, seperti ada tertulis: “Sebab itu aku akan memuliakan Engkau diantara bangsa-bangsa dan menyanyikan mazmur bagi nama-Mu”
Matius 3:1-12
          “Pada waktu itu tampilah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata:”Ada suara orang berseru-seru di padang gunung; Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” Yohanes memakai jubah unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan. Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan. Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan.
Tetapi waktu ia melihat banyak orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis, berkatalah ia kepada mereka: “Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami!
Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.
Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Alat penampi sudah di tangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya  dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tak terpadamkan.”


“Mari kita siapkan Jalan Bagi Yesus agar kita terselamatkan dari ajakan iblis dan berani memanggul salib kehidupan kita… untuk mengikuti Yesus.” aminn