Sabtu, 26 Juli 2014

GUA MARIA LOURDES PUH SARANG KEDIRI


            Gua Maria Lourdes Puh Sarang terletak di Kecamatan Semen, sekitar 10 km sebelah barat Gunung Klotok (di lereng Gunung Wilis), Kediri.
Gereja Puh Sarang berdiri pada tahun 1936.
Arsitektur bangunannya unik karena dibangun seperti Candi pada zaman Majapahit.
Arsitektur Gereja ini merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa dan tradisional Hindu.
            Salah seorang tokoh yang berjasa dalam pembangunan gereja ini adalah arsitek Belanda kelahiran Jatinegara, Ir. Maclaine Pont (1884-1971), yang sangat tertarik pada peninggalan Kerajaan Majapahit. Itulah sebabnya Gereja Puh Sarang bercorak Majapahit.
            Gereja Puh Sarang merupakan salah satu tempat ziarah terkemuka di Jawa Timur. Puh Sarang menjadi tempat ziarah yang unik karena di kawasan ini terdapat 5 (lima) obyek ziarah, yaitu gereja berarsitektur klasik (candi), tiga patung Bunda Maria, tiga jalan salib, tiga Pondok Rosario dan Gua Maria Lourdes.
            Tata letak kompleks Puh Sarang merupakan usaha untuk menampilkan iman kristiani dan tempat ibadat Katolik dalam budaya local.
Selain model bangunannya , di dalam Gua Maria Lourdes juga terdapat tulisan  dalam bahasa Jawa yang artinya: Bunda Maria, yang terkandung tanpa noda asal, semoga berkenan merestui aku yang datang berlindung kepadamu.
Sejak diresmikan pada tahun 1975, tempat ini selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, khususnya setiap Malam Jumat Legi.

GEREJA PUH SARANG
            Gereja Puh Sarang kalau dilihat dari jauh, mirip dengan perahu (bahtera) Nuh, tetapi juga dapat dilihat seperti bentuk rumah adapt Minangkabau atau rumah yang biasa dipakai masyarakat Batak Toba.
Keindahan Gereja Puh Sarang justru terletak pada bagian interiornya yang unik.
Relief yang dibuat pada bahan dari bata mirip dengan relief yang biasa terdapat pada candi-candi zaman Majapahit.
Altar terbuat dari batu masif yang beratnya 7 ton dan berpahat gambar rusa yang melambangkan umat yang telah dibaptis dan calon baptis (katekumen).
            Gereja ini terdiri dari 2 (dua) bangunan dengan interior unik dan klasik.
Bangunan pertama merupakan bangunan Gereja Sakral, yang memiliki altar dan sakramen untuk umat yang telah dibaptis.
Di dalam gereja juga terdapat relief batu tentang lambang-lambang para penulis Injil, altar, tabernakel, bejana, permandian, sakristi dan tempat pengakuan dosa yang didesain dengan gaya klasik.
            Pada atap gereja yang berbentuk kubah dengan sisi berupa jendela kaca prisma, di bagian atasnya dipasang Salib. Pada ujung atap terdapat gambar empat pengarang Injil.
Bangunan kedua merupakan pendopo para calon baptis.
            Salah satu kekhasan dari Gereja Puh Sarang ialah tiga buah relief Jalan Salib.
Yang pertama terletak di sepanjang tembok bangunan kompleks Gereja Antik St. Maria Puh Sarang .
Yang kedua berada di sekeliling Taman Hidangan Kana. Pada kedua Jalan Salib tersebut, gambar stasi berupa relief batu yang indah.
Jalan Salib yang ketiga tampak istimewa, karena stasi-stasi untuk renungannya berbentuk patung-patung sebesar manusia.
            Kompleks Gereja Puh Sarang ini cukup luas. Masuk gerbang utama, pengunjung dapat menikmati beberapa gapura terbuat dari batu kali yang mengingatkan irama yang ada pada candi-candi Majapahit.
Beberapa bagian lain, termasuk altar gereja, dibalut dari bahan batu bata merah.
Di luar gereja, diantara tembok-tembok batu, dipasang relief-relief dari batu bata merah, menceritakan penderitaan Kristus dalam perjalanan menuju penyaliban.
            Kemudian sambil melintasi jalan sedikit menurun terdapat bangunan Pendopo Emaus atau gedung serbaguna. Bangunan ini setiap hari Minggu digunakan untuk misa, rapat atau pertemuan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan.
            Tetapi di samping Pendopo Emaus terdapat Gua Maria kedua (karena ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan Gua Maria Lourdes).
Gua Maria ini dibuat oleh Romo Emilio Rossi, CM pada tahun 1986, dimana terlihat Bernadett sedang berlutut di hadapan Bunda Maria.
Menyatu dengan gua ini juga dimakamkan Romo Emilio yang meninggal pada tahun 1999.
            Salah satu daya tarik bagi para pengunjung bukan hanya bentuk gua dan kompleks gereja, tetapi juga karena keberadaan 12 pancuran air yang melambangkan 12 Rasul Yesus.
Jika diminum, diyakini sumber air yang berasal dari dalam “perut” gua ini akan memberikan kesegaran jasmani dan rohani.
Memang belum ada penyelidikan dan penelitian resmi mengenai hal ini, tetapi yang terpenting bagi umat merasa terbantu dalam devosinya kepada Bunda Maria.

GUA MARIA LOURDES
            Tempat ziarah Puh Sarang menjadi besar dengan adanya Gua Maria Lourdes, yang merupakan tiruan dari Gua Lourdes di Perancis. Letaknya sekitar 100 meter dari Pendopo Emaus.
Gua Maria ini dibangun pada tanggal 11 Oktober 1998. Tingginya 18 meter dan lebarnya 17 meter. Resmi digunakan pada tanggal 2 Mei 1999, meski bangunan baru selesai 40 persen.
Di sebelah timur gua terdapat patung Pieta, dimana digambarkan Bunda Maria sedang memangku jenazah Yesus. Patung ini mengingatkan kita akan patung serupa yang terdapat di Basilika St. Petrus Roma.
            Tepat di depan Gua Maria Lourdes terdapat tanah lapang yang cukup luas untuk menampung jamaah yang akan melakukan berbagai kegiatan keagamaan.
Mgr. Johannes Hadiwikarta pada 26 Desember 1999 menetapkan Gereja Puh Sarang bukan hanya sebagai salah satu tempat ziarah resmi Keuskupan Surabaya, tetapi juga bagi berbagai daerah di Indonesia.
            Di kompleks Gua Maria Lourdes inilah diteruskan tradisi ziarah Katolik berupa Misa Novena Bunda Maria dan Misa Tirakatan Malam Jumat Legi yang “nges” bagi orang Jawa.
Biasanya umat sudah berkumpul sejak Kamis Kliwon sore untuk menghindari kemacetan di sepanjang jalan menuju Gua Maria Lourdes.
Semua ini dilakukan agar tepat pukul 24.00 WIB para peziarah ini dapat mengikuti doa Rosario yang dilanjutkan dengan perarakan menuju ke Gua Maria Lourdes dan Misa Tirakatan berbahasa Indonesia yang diiringi musik tradisional.
            Di Gua ini terdapat tiga patung Bunda Maria yang unik. Yang pertama berada di Gua Maria di samping kiri Gereja Puh Sarang (dulu pernah hilang dicuri orang dan dibuang, lalu ditemukan kembali). Yang kedua berada di Gua Maria di dekat gedung serbaguna dan yang ketiga di Gua Maria Lourdes.
Patung Bunda Maria di Gua Maria Lourdes ini diberkati oleh Mgr. J. Hadiwikarta Uskup Surabaya pada tanggal 2 Mei 1999.

TIGA PONDOK ROSARIO
            Pondok Rosario merupakan pondok khusus bagi peziarah Katolik untuk berdoa Rosario. Ada tiga pondok yang dibuat berdasarkan misteri hidup Yesus Kristus yang direnungkan dalam doa Rosario, yakni Peristiwa Gembira, Peristiwa Sedih dan Peristiwa Mulia.
            Tempat ziarah Puh Sarang menjadi besar dan terkenal dengan adanya Gua Maria Lourdes, yang merupakan tiruan atau replika dari Gua Lourdes di Perancis, bahkan diakui sebagai yang terbesar di Asia. Patung Bunda Maria di sini dibuat dari batu asli. Di sebelah timur terdapat Patung Pieta, yang menggambarkan Bunda Maria yang sedang memangku jenazah Puteranya Yesus.
            Kompleks Gereja Puh Sarang merupakan suatu usaha untuk menampilkan iman kristiani dan tempat ibadat Katolik dalam budaya setempat.

MAUSOLEUM DAN COLUMBARIUM
            Di Mausoleum (makam) telah dimakamkan para uskup dan room-romo yang berkarya di Keuskupan Surabaya. Selain itu ada juga tempat penitipan abu jenazah (Columbarium) untuk seluruh umat Katolik.
Umat yang ingin menitipkan abu jenazah keluarganya dapat menghubungi Romo Gosal di Keuskupan Surabaya.

BUKIT PERKEMAHAN BUKIT TABOR
            Tempat ini merupakan lokasi perkemahan (Camping Ground) yang dapat digunakan oleh masyarakat  atau kelompok umum. Melalui kegiatan berkemah sambil berziarah, diharapkan dapat meningkatkan olah rohani dan kepribadian generasi muda.

TAMAN HIDANGAN KANA
            Merupakan pusat dari berbagai kios yang menyediakan berbagai keperluan wisatawan dalam berziarah. Di tempat ini pula para peziarah dapat membeli oleh-oleh bagi keluarga atau kerabatnya.

KESAKSIAN
            “Mintalah, maka kamu akan diberi. Carilah, maka kamu akan mendapat. Ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Adakah seorang daripadamu memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti atau memberi ular jika ia meminta ikan?
Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu di surga. Ia akan memberi yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.” (Mat 7:7-11)
            Ibu Beni atau Ibu Paula Maria Hari Purwanti, warga Sidoarum Godean, Paroki Maria Assumpta, Gamping, Yogyakarta mengalami sentuhan kasih Tuhan di Puh Sarang. Pada suatu hari ia sangat tertarik untuk ikut bergabung dengan ibu-ibu di lingkungannya yang hendak berziarah ke Gua Maria Puh Sarang Kediri. Pada saat itu Ibu Beni tampak sehat-sehat saja. Tetapi Ibu Beni sebenarnya sedang mengidap sakit di kaki. Kakinya sering terasa ngilu sekali. Dan sakitnya itu pun pernah diperiksakan ke dokter. Namun dokter tidak memvonis bahwa Ibu Beni mengidap suatu penyakit tertentu. Pernah diduga asam urat, sehingga diberilah ia obat itu. Namun sakitnya tidak juga sembuh. Karena telah bosan Ibu Beni membiarkan saja sakit penyakitnya itu.
            Maka sampai di Puh Sarang Ibu Beni tampak baik-baik saja. Namun pada pemberhentian kesembilan saat berdoa jalan salib, Bu Beni seperti tampak kecapaian dan loyo. Menurutnya pada saat jatuh itu ia tak merasa apa-apa, tahu-tahu jatuh saja. Dan pada pemberhentian keduabelas Bu Beni jatuh lagi dan merasa sangat capai sekali. Itu sebabnya Bu Beni dipapah oleh peserta lain agar bisa menyelesaikan doa jalan salib tersebut. Menurut Bu Beni kalau toh pada pemberhentian keduabelas itu ia dikatakan sempat pingsan, namun ia sendiri tak mengerti apakah itu karena rasa sakit di kakinya atau sebab lainnya.
            Dan setelah doa jalan salib itu, Bu Beni tampak sehat kembali. Maka pergilah Bu Beni mengambil air suci. Kemudian air suci itu dibasuhkannya di kakinya. Tiba-tiba rasa sakit di kakinya hilang lenyap dan ia tidak lagi harus berjalan terpincang-pincang. Bu Beni menjadi heran dan tanpa disadari bahwa dirinya telah disentuh oleh Tangan Kasih Tuhan. Namun ia pun masih bertanya-tanya, apakah benar dirinya telah disembuhkan dari sakit di kakinya yang sering nyeri dan ngilu itu. Namun Bu Beni percaya saja dan merasa keheranan bahwa dirinya disaksikan oleh banyak orang dan peserta ziarah dari rombongannya sendiri. Dan karena girangnya Bu Beni bersyukur kepada Tuhan dengan membagi-bagikan tempat air tersebut pada seluruh anggota ziarah.
            Sesudah tiba di rumahnya, yaitu selang beberapa hari setelah peziarahannya di Gua Maria Puh Sarang, Bu Beni menyatakan bahwa dirinya memang betul telah sembuh. Sebab sampai sekarang pun kakinya sudah tidak sakit lagi. Dengan pengalamannya itu Bu Beni mengaku makin yakin dan makin khusuk berdoa, sambil berharap semoga semakin banyak orang boleh mengalami sentuhan kasih dari Tangan Tuhan meski caranya berbeda-beda. (Sumber: Gua Maria Lourdes Puh Sarang Kediri)

DOA KEPADA BUNDA MARIA DARI LOURDES
             Ya Santa Perawan Maria yang tak bercela, Bunda yang berbelas kasih, jaminan kesehatan bagi yang sakit, pengungsian bagi pendosa, penghiburan bagi yang menderita, engkau tahu segala kebutuhan kami, kesulitan kami dan penderitaan kami: berkenanlah mengarahkan pandangan kami pada belas kasihanmu. Dengan menampakkan diri di gua Lourdes, engkau diizinkan membuat tempat itu suci, dan dari situ pun engkau dapat menyalurkan anugerahmu dan banyak penderita telah memperoleh kesembuhan dari kelemahan dan sakit mereka, baik jasmani maupun rohani.
            Maka kami datang dengan keyakinan penuh seraya memohon dengan perantaraan keibuanmu.
Penuhilah dan kabulkanlah, ya Bunda terkasih, permohonan-permohonan kami. Kami pun akan berusaha keras untuk meniru keutamaanmu agar kami suatu saat dapat menikmati kemuliaanmu, ya Bunda dan memperolehnya dalam keabadian. Amin.




Maskot Gua Maria Keuskupan Jatim

GUA MARIA JATININGRUM BANYUWANGI


Gua Maria Jatiningrum, Curahjati dibangun pada tahun 1954/1955. Gua ini diberkati oleh Mgr. AEJ. Albers, O. Carm pada tanggal 15 Agustus 1956.
Semula gua ini dikenal dengan nama Gua Maria Waluyaning Tiyang Sakit. Kemudian namanya diganti menjadi Gua Maria Jatiningrum.
Gua Maria Jatiningrum berada di Dusun Curahjati, Desa Grajagan, Kabupaten Banyuwangi bagian selatan.
Dalam wilayah gerejani, dusun Curahjati termasuk wilayah Paroki Ratu Para Rasul Curahjati, Keuskupan Malang.Paroki ini merupakan salah satu dari tiga Paroki yang ada di Kabupaten Banyuwangi (Paroki Banyuwangi dan Paroki Genteng) yang merupakan cikal bakal dari Keuskupan Malang.
            Perkembangan gereja di daerah ini berawal pada tahun 1925 dengan kedatangan orang-orang Katolik asal Boro, Kalibawang dan Kulonprogo.Beberapa dari mereka adalah orang-orang Katolik yang dipermandikan di Sendangsono pada tahun 1924. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 12 Januari 1928, terjadi permandian pertama di Curahjati yang dilakukan oleh Pastor Emanuel Stutient, O. Carm.
Gua Maria Jatiningrum merupakan salah satu buah iman dari umat Katolik di daerah ini.

KESAKSIAN
            Pada tahun 1956, saya, Romo Borggreve, O. Carm menetap di Paroki Ratu Para Rasul Curahjati, Banyuwangi. Menurut saya sebagai Pastor Paroki, Bunda Maria harus dihormati. Dan kebetulan di dekat gereja ada sungai dan tanah misi.Demikianlah saya bersama umat Curahjati mengangkuti batu dari sungai itu untuk membangun gua Maria di tanah misi tersebut.
            Berkat bantuan keluarga Van Prehn di Glenmor dan dukungan tokoh-tokoh umat, antara lain Bapak Karto Riyadin, seorang guru agama, berhasil dibangun gua Maria yang patungnya didatangkan dari Yogyakarta.
Dan pada tahun 1956 itu juga Mgr. Albers, O. Carm, Bapak Uskup waktu itu, berkenan memberkati gua Maria itu sebagai tempat devosi kepada Bunda Maria bagi umat setempat dan dari Paroki di sekitarnya.
Demikianlah sejak saat itu setiap tahun diadakan prosesi Sakramen Mahakudus.
Biasanya mulai dari gereja diiringi doa dan nyanyian.Prosesi sendiri berawal dari gereja lalu berkeliling sampai ke sawah-sawah dan kembali ke gereja lagi. Sungguh luar biasa penghormatan umat terhadap Yesus dalam Sakramen Mahakudus waktu itu.

KESAKSIAN HIDUP UMAT CURAHJATI
            Memang belum diperoleh kesaksian pribadi berkenaan dengan Gua Maria Jatiningrum. Namun kesaksian hidup tidak kalah penting dan menariknya.Umat Katolik di ujung selatan Jawa Timur ini memiliki basis budaya yang sama dengan umat lainnya, yaitu sebagai petani. Ada juga umat yang bekerja di sector non-pertanian, seperti guru atau pegawai negeri lainnya, namun jumlahnya amat sedikit.
            Kesamaan latar belakang budaya ini membuat persaudaraan diantara umat beragama di daerah ini justru menjadi erat. Tak ada syak wasangka dan curiga yang bukan-bukan di kalangan masyarakat Curahjati. Maka mereka terbebas dari rasa takut karena hubungan satu sama lain sangat baik.Hidup mereka pun tenang-tenang saja.“Perbedaan agama dan keyakinan tidak pernah membuat jarak antara satu dengan yang lainnya, tradisi gotong royong sangat kuat diantara kami” ungkap Paulus Sadjimin, tokoh umat dan katekis tunggal di Paroki Curahjati.
            Misalnya umat di Wringinpitu yang merupakan salah satu stasi Paroki Curahjati. Pada saat Lebaran kerukunan hidup itu tergambar lewat kegiatan umat. Baik umat Islam maupun Katolik sama-sama sibuk mempersiapkan Lebaran dengan membuat kue dan jajanan.Tak peduli apa pun agamanya, semuanya saling berkunjung memohon maaf lahir dan batin dan mengucapkan Sugeng Riyadi (=Selama Hari Raya). Untuk acara silahturahmi ini tak kurang butuh waktu 3 hari.“Itu memang sudah jadi tradisi di sini” ungkap Petrus Daliman, Ketua Stasi Wringinpitu.Demikian juga bila tiba Hari Raya Natal. Semua warga masyarakat berduyun-duyun ke rumah keluarga kristiani untuk menyampaikan Selamat Natal.

DOA KEPADA MARIA, BUNDA YANG TAK BERCELA HATINYA
            Bunda Maria, Perawan yang amat manis, Bunda yang berbelas kasih, Ratu Surga dan pengungsian bagi para pendosa, kami mempersembahkan kepadamu keberadaan kami dan seluruh hidup kami; semua yang kami miliki, semua yang kami kasihi, seluruh keadaan kami.Kami mempersembahkan kepadamu tubuh kami, hati kami, jiwa kami, rumah kami, keluarga kami, negara kami.Inilah harapan kami bahwa setiap hal dalam diri kami, setiap hal di sekitar kami menjadi milikmu dan kami boleh ikut serta merasakan kehangatan rahmat kasih keibuanmu.Dan semoga persembahan ini benar-benar berguna dan abadi, dan kami perbaharui kembali saat ini di bawah kakimu, ya Bunda Maria, janji baptis kami dan janji komuni pertama kami.Kami pun berjanji dengan mantap untuk selalu membela kebenaran iman kami yang suci, untuk hidup sebagai orang Katolik yang penuh dan setia kepada seluruh petunjuk ajaran Bapa Suci dan Bapa Uskup. Amin.


Umat Makasar Juni 2014

Umat Makasar 2013

Gabungan Umat di KUKS November 2013





GUA MARIA MARGANINGSIH, BAYAT, KLATEN

GUA MARIA MARGANINGSIH, BAYAT, KLATEN
GUA Maria Marganingsih terletak di Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Marganingsih berarti jalan yang mengalirkan rahmat kasih Allah bagi manusia. Sebab, marganingsih (marga = jalan, clan sih-asih = kasih karunia Tuhan) dalam bahasa Jawa berarti jalan mengalirnya kasih Tuhan lewat Bunda Maria. Keutamaan inilah yang menjadi bahan utama dalam pergumulan setiap peziarah di Gua Maria Marganingsih, yang masuk wilayah stasi Bayat, Paroki Wedi.
Sebenarnya untuk sam­pai bisa menyentuh penga­laman pergumulan bahwa Maria merupakan jalan mengalirnya kasih Allah itu tidaklah mudah. Hal itu diisyaratkan dengan proses peziarah dalam memasuki lokasinya. Bila mau masuk, peziarah harus berhadapan dengan dinding batu yang melapisi hampir setiap ler­eng bukit. Memang hampir seluruh bebatuannya merupakan tiruan dari tangan para perupa. Namun, itu bermakna sebagai pengolahan hidup yang begitu mendalam dan keras. Apalagi ketika mesti menapaki jalan salib. Jalannya cukup mendaki den­gan 14 peristiwa salib Kristus yang terbagi dalam tujuh teras di lereng bukit itu. Dan, masing-masing teras dihubungkan dengan jalan berundak-undak dengan anak tangga.
Usai di penghujung perhentian jalan salib yang terdapat di puncak teras, peziarah diajak turun mena­paki jalan berundak-undak anak tangga lagi. Itulah perjalanan menuju ke gua Maria Marganingsih. Sebelum mencapai Gua Maria, peziarah bisa singgah sejenak di rumah Keluarga Kudus Nazareth. Seraya mengenang keutamaan yang dihayati oleh Yusuf, Maria, dan Yesus. Setelah sejenak memanjatkan doa penyerahan diri kepada Keluarga Kudus Nazaret peziarah dapat leluasa menikmati keheningan doa di hadapan Bunda Maria Marganingsih.
Sejarah Gua Maria Marganingsih berawal dari pengalaman pasutri Max. Somowihardjo dan Maria Margareta Sukepi yang sedang gun­dah. Pasalnya, sudah genap lima tahun mereka menikah tapi belum juga dikaruniai anak. Lalu muncul niat di hati untuk mengetuk pintu rahmat Tuhan. jadilah, keduanya mengadakan ziarah ke gua Maria Sendangsono. Dari Bayat Ice Sendangsono berjarak kira-kira 60 Km suami istri itu nekat berjalan kaki.
Melalui Bunda Maria Sendangsono, pasutri yang menjadi cikal bakal umat Katolik Bayat ini memohon belas kasih Ice hadirat Allah. Hasrat untuk mendapatkan anak sebegitu besar, tak terbendung lagi. Maka, mereka pun berjanji kepada yang ilahi Bila Tuhan berkenan menganugerahi seorang putera, puteranya itu akan mereka persem­bahkan kembali kepada Tuhan.
Dalam perjalanan waktu, suami istri itu terpesona oleh karya agung Tuhan. Seorang putera telah lahir, yang kemudian disusul adik-adiknya sampai genap berjumlah 12 orang: enam laki-laki, enam perempuan. Kebahagian memuncak tatkala putera sulung yang bernama Martinus Soenarwidjaja masuk Seminari dan kemudian menjadi Imam Serikat Yesus. Dan, Tuhan telah berkenan menerima persembahan hidup Romo Soenarwidjaja, SJ pada 2 Februari 2000.
Terdorong rasa kasih dan syukur Bapak Max. Somowihardjo sekitar tahun 1950-an membangun Gua Maria di atas tanah perbukitan. Gua mungil dan sederhana yang berada di antara perdu-perdu liar itu diberi nama Gua Maria Marganingsih. Sejak awal Gua itu dibangun agar bisa digunakan umat untuk beredoa. Maka, keluarga Max. Somowihardjo selalu mengajak umat Katolik di wilayahnya ikut berdoa.
Patung Bunda Maria pernah raib hingga dua kali. Namun, semangat umat setempat tidak surut. Lalu diisilah dengan patung Bunda Maria yang baru dan supaya tidak dicuri lagi untuk ke sekian kalinya Patung itu diberi jeruji besi dan terkunci. Jadilah Bunda Maria dalam kerangkeng.
Di hadapan Bunda Maria yang dikerangkeng itulah umat setempat rajin berdoa dan berdevosi kepada Bunda Maria mengungkapkan segala isi hati mereka. Dan inilah satu-satunya tempat ziarah yang patung Bunda Marianya dikerangkeng.
Max. Somowihardjo telah meninggal. Maka, untuk melanjutkan niat almarhum, pada tahun 1994 dibangunlah tempat ziarah yang lebih memadai serta bisa menampung umat dalam jumlah yang banyak. Pembangunarnya diprakarsai oleh Romo Martinus Sunarwidjaja,SJ dan saudara-saudarinya.
Pihak Keuskupan Agung Semarang menyambut usaha itu dan Bapak Uskup Agung Semarang Mgr. Ignatius Suharyo berkenan memberkati Gua Maria Marganingsih pada hari Minggu, 27 Oktober 2002.
DOA KEPADA MARIA, BUNDA PENOLONG UMAT KRISTIANI
Santa Perawan Maria yang amat suci dan terkandung tan pa noda dosa, Bunda kami yang lembut dan penolong yang ulung bagi segenap umat Kristiani, kami menyerahkan diri kami
sepenuhnya kepada cinta kasih dan pelayanan sucimu.
Kami mempersembahkan kepadamu pikiran, perasaan, hati dan seluruh perasaan kami, dan segenap jiwa raga kami dan seluruh kekua­tan kami; kami berjanji untuk lebih giat bekerja demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa jiwa. Anugerahilah kami, ya Bunda Maria, umat Kristiani, rasa aman di bawah perlindungan kasih keibuanmu.

Semoga pikiran akan kasihmu melahirkan devosi di kalangan putera-puterimu semakin besar dan membuat kami menjadi pemenang atas musuh-musuh keselamatan kami, baik dalam kehidupan maupun kematian, sehingga kami dapat menghadap hadiratNyo di sorga abadi bersamamu dalam kesatuan dengan Puteramu, Tuhan kami Yesus Kris­tus, kini dan sepanjang masa. Amin


Rombongan karyawan Pt Megamas Menado bersama Pastor Marianus + Pastor Stef Salinda  April 2014

Tahun 2010




GUA MARIA SENDANG PAWITRA SINAR SURYA TAWANGMANGU, KARANGANYAR, SOLO

GUA MARIA SENDANG PAWITRA SINAR SURYA TAWANGMANGU, KARANGANYAR, SOLO
GUA Maria Sendang Pawitra terletak di daerah wisata Tawangmangu, Karanganyar, Solo. Tepatnya di Dusun Sendang, Desa Sepanjang, Tawangmangu, Karanganyar. Namun, orang Solo dan sekitarnya biasa menyebut Gua Maria Tawangmangu saja.
Disebut Gua Maria Sendang Pawitra, Sinar Surya karena letaknya di Dusun Sendang dan di dekat gua itu terdapat sendang yang dulu dijadikan tempat untuk membuat keris oleh para empu. Sedangkan nama Pawitra sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya tempat untuk menyucikan diri. Penyucian diri itu secara fisik diungkapkan dengan berjalan kaki sepanjang 3 km dari jalan raya menuju sendang itu melalui jalan setapak yang turun naik.
Gua Maria Sendang Pawitra memang belum sepopuler Gua Maria Sendangsono. Namun, kalau siapa pun berkesempatan untuk berziarah ke gua ini akan sangat terasa makna peziarahannya karena untuk menuju ke lokasi gua harus berjalan panjang lewat jalanan yang terjal, berliku-liku dan naik turun. Tak jarang peziarah banyak yang terpeleset khususnya bila musim hujan tiba. Karena itu ada yang memilih berjalan tanpa memakai alas kaki.
Keberadaan gua Maria ini tak lepas dari hasil kerja sama umat Katolik setempat. Sebab, tanah seluas 200 meter persegi itu pun diperoleh dari hasil "patungan" umat Katolik stasi Tawangmangu, Paroki St. Pius X, Karanganyar, Solo. Kisahnya pun berawal dari pengalaman umat stasi Tawangmangu yang sering malakukan meditasi di alam terbuka di sekitar Gunung Lawu setiap malam Jumat. Meditasi dan tirakatan setiap malam Jumat itu boleh dikata telah menjadi tradisi umat Tawangmangu. Dalam olah rohani seperti itu mereka juga berupaya untuk bisa mendapatkan tempat ziarah yang pas di sekitar Tawangmangu.
Tradisi tirakatan itu sudah mereka jalani sejak lama, yaitu sekitar tahun 1968. Namun, firasat atau semacam wisik untuk mendapatkan tempat ziarah baru diperoleh sekitar tahun 1984. Dalam perjalanan rohani mereka yang panjang itulah mereka mendapatkan penglihatan adanya cahaya di langit di atas Gunung Tempurung. Cahaya itu menyorot sebuah pohon yang akarnya dari langit.
Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan ke lain tempat, yakni ke arah selatan dari pusat wisata Tawangmangu. Di tempat itulah mereka melihat pohon penjalin seperti yang mereka lihat dalam meditasi mereka. Mereka menjadi semakin percaya bahwa tempat itulah uyang ditunjukkan Bunda Maria sebagai tempat ziarah. Apalagi di sekitar pohon itu terdapat lahan kosong yang belum digarap.
Dalam rembug bersama disepakati umat setempat untuk membeli tanah kosong itu. Setahap demi setahap dibangunlah tempat peziarahan. Peletakan batu pertama dilaksanakan tahun 1986 oleh Pastor A.Y Hardjosudarmo Sj, sehingga akhirnya Gua Maria itu pun resmi menjadi tempat peziarahan umat Katolik.
SEJUK DAN DINGIN
Sebagai daerah wisata, Tawangmangu terletak di lereng Gunung Lawu. Daerah wisata ini dikenal daerah berhawa sejuk dan dingin. Daerah wisata Tawangmangu sudah kondang dengan "Grojogan Sewu"-nya yang sudah banyak dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri. Akibatnya, Gua Maria Sedang Pawitra yang terletak sekitar 3 km dari pusat wisata Tawangmangu pun sering didatangi oleh wisatawan dalam dan luar negeri juga.
Orang yang terbiasa tirakat dan betul-betul ingin melakukan peziarahan akan senang melewati jalan salib dan berziarah di Gua Maria ini. Namun, bagi yang suka jalan pintas mesti berpikir dua kali untuk datang ke tempat ziarah ini. Alasannya tak lain karena jalan ke tempat ziarah itu terjal, berliku-liku, dd an naik turun.
Namun, umat yang ingin berziarah tidak usah cemas. Sebab, selain alam yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, ada pula jalan yang bisa dilalui sepeda motor bahkan mobil sepanjang 6 km dari pusat wisata Tawangmangu. Di depan Gua Maria terdapat pendopo joglo yang bisa digunakan sebagai tempat untuk sejenak melepas lelah atau beristirahat setelah melakukan perjalanan panjang, atau juga tempat berteduh bila turun hujan. Bahkan pendopo itu juga sekaligus bisa dipakai untuk merayakan ekaristi atau kegiatan pendalaman iman lainnya.
JALANNYA BERBENTUK V
Dari jalan raya menuju Ice Gua Maria berbentuk V yang melambangkan permohonan. Umat stasi Tawangmangu semula tidak pernah tahu kalau jalan menuju ke Gua Maria membentuk huruf V. Rasanya semuanya terjadi begitu saja. Memang di Gua Maria ini belum banyak sarana yang menunjang sebagai tempat ziarah. Misalnya jalan salibnya. Meskipun sudah diperbaiki sebanyak 3 kali namun masih tampak kurang terawat oleh ulah tangan usil. Anehnya, keadaan itu oleh umat setempat justru dianggap sebagai berkah karena dengan demikian mereka merasa bahwa iman mereka sedang diuji untuk sabar menghadapi tangan-tangan jahil.
Kalau sampai sekarang belum tersedia sarana dan prasarana ziarah yang memadai, hal itu disebabkan oleh kurang tersedianya dana. Paroki St. Pius X Karanganyar yang menjadi pengelola Gua Maria belum pernah mengadakan misa atau doa novena rutin seperti yang sering dilakukan oleh umat di gua-gua Maria lainnya. Namun, umat yang berziarah biasanya sudah datang dengan membawa seorang imam yang akan memimpin perayaan ekaristi.
Seperti Gua Maria lainnya, Gua Maria Tawangmangu ini pun pada bulan Mei atau Oktober banyak dikunjungi oleh umat dari kota lain. Untuk itu umat setempat pun berangan-angan untuk bisa membangun sebuah tempat transit bagi pastor dan umat yang berziarah ke Gua Maria Tawangmangu ini. Semoga Anda pun bisa menikmati peziarahan ke Gua Maria Sendang Prawita ini dengan khusyuk.
DOA KEPADA BUNDA MARIA YANG SUCI
Ya Santa Perawan Maria yang suci dan tidak bercela, Bunda Allah, Ratu alam semesta, Bunda kami yang baik; engkau yang melampaui semua santo-santa dalam kesucian, satu-satunya harapan para Bapa Gereja, dan suka cita para santo-santa. Melaluimu kami telah diperdamaikan dengan Allah.
Engkau satu-satunya pembela kaum pendosa, dan penjamin keselamatan mereka yang mengarungi samudra kehidupan ini. Ya Ratu Agung, Bunda Allah, selimutilah kami dengan sayap-sayap betas kasihanmu dan kasihanilah kami. Kami yang bersandar pada perlindungamu, ya Bunda Allah yang suci, Janganlah memandang hina permohonan kami, tetapi bebaskanlah kami selalu dari segala mara bahaya, yo Santa Perawan Maria, yang terberkati dan mulia. Amin

Kronologi GOA MARIA dirusak
- Rabu 14 desember 2011
Kira2 jam 22.00 Bpk Narto penjaga gomas yang rumahnya tidak jauh dari lokasi.
Pukul 23.30 seorang warga setempat melihat senter menyala di sekitar gua Maria namun    
dihiraukan warga krn diperkirakan peziarah yang lagi berdoa.
- Kamis 15 desember 2011
Kira2 jam 10 pagi warga gempar menyaksikan gomas sudah berantakan , ketika banyak 
petani yang menuju ladang melewati situs gomas tersebut. Kemudian pengurus lingkungan 
melaporkan ke kepolisian.

Kondisi perusakan yang dilaporkan:
1. Patung Bunda Maria tanpa kepala. (dipenggal kepalanya dan sampai sekarang belum 
     ditemukan )
2. Salib Milenium hilang setinggi 1,5 meter hilang
3. Patung Keluarga Kudus berukuran kecil hilang
4. Patung malaikat dan bejana air suci dihancurkan.

Pada Tahun 2011-2013
Goa Maria Tawangmangu Sepi pengunjung selama 2 tahun dikarenakan kondisi Goa Maria yang tidak terdapat Patung Bunda Marianya … dan alasan lainnya para penziarah takut berkunjung. Aksi vandalisme bermotif SARA sungguh mengusik kenyamanan umat beragama terutama umat katolik dalam menyatakan tradisi imannya. Padahal goa Maria ini dekat terminal parkir Grojogan Sewu Tawangmangu dan termasuk sering dikunjungi umat katolik dari berbagai daerah.
“Peristiwa perusakan di Goa Maria tersebut melukai perasaan keagamaan umat katolik dan pada khususnya Paroki St PIUS Karanganyar ”

di Tahun 2013
Goa Maria telah diperbaiki sebagian dan Patungnya Bunda Maria sekarang terbuat dari Tembaga berversi Bunda Maria India. Dan bagi pembaca yang seiman… marilah kita berdoa kebunda Maria memohon agar Yesus memberi kekuatan dan pengharapan akan iman. Serta marilah kita mengajak saudara-saudara yang lain untuk mengunjungi GOA MARIA Tawangmangu ini… karena kami percaya disini YESUS HADIR.. krn tempatnya telah dihina sekaligus dihancurkan…semoga Iman Katolik tumbuh subur disekitar gua Maria ini..aminnn


Sebelum dirusak orang yang tidak menghormati Hak Azazi orang lain

Bunda kepalanya di gergaji

Tahun 2013 Dibuka kembali dengan Patung terbuat dari perunggu dengan BUNDA versi INDIA
INFO: Disini pernah terjadi Perusakan orang yang tidak bertanggung jawab thn 2011 Patung Bunda Maria Di Penggal






GUA MARIA MOJOSONGO SOLO

GUA Maria Mojosongo termasuk wilayah Paroki Santa Maria Regina Purbowardayari, Solo. Namun demikian yang datang berziarah tidak hanya umat wilayah paroki tersebut. Umat paroki se-kevikepan Surakarta sudah tak asing dengan tempat ziarah ini.
Sebelum menjadi tempat ziarah, tempat yang terletak di daerah Debegan RT 04/V Mojosongo, Solo ini dulunya sudah sering digunakan untuk kegiatan doa rosario bersama. Mulai tahun 1975, di tanah miring ini mulai dibangun rumah sederhana sebagai tempat peristirahatan atau tempat untuk sekadar berteduh bila hujan. Tahun 1980, Romo Pusposudarmo Pr mengumpulkan umatnya di Paroki Purbowardayan dan paroki sekitarnya dalam Misa Kudus yang dilanjutkan dengan pementasan wayang wahyu dengan dalang Nyi Lucia Sid Aminah Subanto di bangunan sederhana tersebut.
Dalam kotbahnya itulah Romo Puspo mengungkapkan keinginannya untuk membangun tempat ziarah di tempat itu. la mengetuk hati para penderma. Tak lama kemudian dibentuklah panitia pembangunan. Dan, akhirnya oleh Uskup Agung Semarang, Julius Kardinal Darmaatmadja SJ (sekarang Uskup Agung Jakarta) diresmikan dan diberkatilah Gua Maria Mojosongo itu pada tanggal 25 Desember 1983.
Setelah diberkati, dibangun pagar tembok yang mengelilingi lokasi Gua Maria itu, juga rute jalan salib, dan lain sebagainya. Direncanakan pula untuk melengkapi pembangunan Gua Maria Mojosongo, yaitu rumah joglo yang permanen di dekat altar agar umat tidak kehujanan atau kepanasan bila sedang berdoa.
Pembangunan dibuat secara bertahap sesuai dana yang ada. Namun, akhirnya ada umat yang menyumbang dengan membangun tambahan sayap dan menambah tegel keramik di joglo tersebut setelah doanya terkabul.
Gua Maria Mojosongo dibangun dengan maksud untuk menjawab kerinduan umat di Solo untuk berdevosi pada Bunda Maria. Lokasi Gua Maria Mojosongo tidak begitu luas dan jarak jalan salibnya pun tidak jauh, namun Gua Maria ini tetap me­nyimpan misteri ba­gi umat yang sering berkunjung berzia­rah ke Gua Maria Mojosongo itu.
Setiap malam Jumat pertama pukul 21.00 diadakan perayaan Ekaristi di Gua Maria oleh beberapa pastor di kevikepan Surakarta secara bergantian. Satu jam sebelum perayaan, umat berdoa rosario bersama dan setengah jam sebelumnya umat diberi kesempatan menerima Sakramen Tobat.
Banyak orang berang­gapan, tempat ziarah ini penuh misteri. Tapi banyak pula yang membantahnya. Yang pasti, sudah banyak kejadian talc terduga di tempat ini. Apalagi ketika dalam proses renovasi atau sebelum pemberkatan.
DOA KEPADA MARIA, BUNDA PENYELENGGARA ILAHI
Allah, Bapa kami, kami berterima kasih dan bersyukur kepadamu saat kami menghormati Santa Perawan Maria, Bunda Penyelenggara Ilahi. Melalui daya Roh Kudus, ia menjadi Bunda Penyelamat. Sebagai Ratu yang bertahta di sebelah kanan Puteranya, ia menolong Gereja dalam pelbagai kebutuhan dengan pemeliharaannya memenuhi kebutuhan pribadi anak-anaknya yang berserah diri kepadanya di dekat salib Yesus, Tuhan kami. Kami memohon kepadaMu, ya Bapa, melalui doa Bunda kami, Bunda Penyelenggara Ilahi, untuk menjauhkan kami dari segala mara bahaya, dan melimpahkan kepada kami rahmat pertolonganMu. Kami mohon ini kepadamu dengan perantaraan Yesus Kristus, PuteraMu dan Tuhan kami. Amin. Bunda Penyelenggara Ilahi, doakanlah kami.



Gua Maria MAWAR Bonyolali

GUA MARIA MAWAR, BOYO LALI
PAROKI Boyolali terletak di antara kota Solo dan Salatiga, serta Semarang. Rupanya Paroki ini mempunyai harta kekayaan yang tak ternilai yang berupa Gua Maria, tempat peziarahan bagi umat Katolik yang ingin berdoa dan berdevosi kepada Bunda Maria. Gua Maria itu terletak di Dusun Tlangu, Desa Kembangsari, Kecamatan Musuk.
Kurang lebih 6 km dari Gereja Katolik Boyolali menuju ke arah Barat Daya. Praktis tidak ada yang menyang­ka bahwa di daerah yang begitu masuk (pelosok) terdapat Gua Maria. Pasalnya, di Stasi Musuk itu pun hanya ada 9 KK yang beragama Katolik. Dan, untuk mencapai ke lokasi peziarah harus berjalan kaki, setelah kendaraan dititipkan di rumah salah seorang penduduk. Menurut Agustinus Teguh Tri Kuncoro, Mudika yang menjadi Juru Kunci Gua Maria tersebut, sepeda motor memang bisa masuk sampai ke dekat lokasi Gua Maria.
Karena jauh dari keramaian itulah Gua Maria ini justru cocok untuk berdoa ataupun bermeditasi. Apalagi di sekitar Gua masih banyak pohon yang menjulang tinggi hingga menambah kesejukan lokasi.

SEJARAH GUA MARIA MAWAR
Dusun Tlangu, Sambisari, kecamatan Musuk ini tidak akan mengenal ajaran Kristus kalau saja tidak terjadi clash II (agresi Belanda II) tahun 1948. Sebab, dengan adanya peristiwa itu membuat beberapa warga Boyolali mengungsi. Salah satu pengungsi dari Boyolali itu adalah Bapak Poerwoatmodjo. Pak Poer (demikian panggilan akrabnya) tak lain adalah seorang katekis di Paroki Boyolali. Maka, sebagai katekis di Tlangu, tempat ia mengungsi, Pak Poer mengajarkan agama Katolik kepada penduduk setempat. Mereka yang mendapat pelajaran agama Katolik dari Pak Poer inilah yang kemudian menjadi cikal bakal kekatolikan di Tlangu. Di antara mereka adalah Bapak Vincentius Karjodikromo yang tak lain adalah Bapak dari Ketua Stasi Musuk yang sekarang, yaitu Bapak Yohanes Sutarjo. Sedangkan yang pertama kali menjadi orang Katolik asli Tlangu adalah Bapak Philipus Surotinoyo. Dialah pencetus pendirian Gua Maria Mawar clan sekaligus Juru Kunci yang pertama kalinya.
Menurut Bapak Sutarjo, yang II mantan Kepala Sekolah SD Negeri II Musuk ini, sewaktu Pak Poer mandi di sungai Tlangu ia melihat seorang wanita cantik sedang berdiri tanpa menginjak tanah. Oleh Pak Poer wanita cantik itu diyakini sebagai Bunda Maria, sebab wanita itu tampak seperti pengantin, namun hanya sendirian. Oleh karena pengalaman itu dan didukung lokasinya yang sejuk dan teduh, serta jauh dari keramaian Pak Poer merasa cocok kalau di tempat itu dibangun tempat doa bagi warga.
Demikianlah di tempat di mana Pak Poer melihat wanita cantik itu mulai digali untuk membentuk cerukan yang dimaksudkan untuk menempatkan Patung Bunda Maria di dalamnya agar bisa digunakan untuk membantu umat yang hendak berdoa. Demikianlah bersama Bapak Philipus Surotinojo dan Bapak Purwodimejo, Pak Poer menemui Ibu Somotinoyo untuk membeli tanah itu. Ibu Somo pun merelakan tanahnya seluas 150 m2 itu dibeli dengan harga Rp 50,- (Lima puluh rupiah). Proses administrasi jual-beli tanah itu pun disaksikan oleh Bapak Wirosuharjo yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Desa Kembangsari.
Setelah tanah itu dibeli Romo Hadisudjono yang menjadi Pastor paroki Boyolali waktu itu pun mendukung. Maka, tanah pun diberkatinya. Dan, tahun 1956 pembuatan gua pun dimulai. Namun, seiring dengan merosotnya jumlah warga katolik pada tahun 1961 , memudar pula semangat umat dalam membangun gua Maria. Maka, pembangunan Gua Maria pun terlantar, tak terurus. Maka, tanah sekitar gua pun dipakai penduduk sekitar untuk bercocok tanam.

AWAL BARU
Semangat umat untuk peduli pada Gua Maria hidup lagi pada tahun 1978. Berkat pelayanan Romo A. Endrokaryono MSF dan Bruder Thomas Praktinyo Kumoro MSF, serta Frater Parso Subroto MSF (Kini Sekjen Keuskupan Agung Semarang) serta beberapa tokoh Katolik lainnya umat Stasi Musuk mulai hidup lagi semangat imannya. Mengingat kebutuhan umat akan sarana berdoa, maka Romo A. Endrokaryono MSF lantas mengusahakan agar lokasi tanah sekitar gua Maria yang terbengkelai ditambah lagi luasnya. Kemudian, pembangunan gua pun dilanjutkan kembali. Syukur, bahwa pemilik tanah pun masih merelakan tanahnya sebagian dibeli untuk perluasan lokasi gua Maria, yaitu seluas 200 m2 dengan harga Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah).
Akhirnya, Gua Maria pun selesai dibangun dan diberkati serta diresmikan penggunaannya oleh Rm. A. Endrokaryono MSF pada tanggal 25 Agustus 1982. Dan, ditetapkan nama Gua Maria itu adalah Gua Maria Mawar. Nama "Mawar" dipilih selain karena di lokasi itu banyak tumbuh pohon ma­war juga karena Mawar itu harum semerbak baunya sehingga pantas dipakai untuk melambangkan keha­ruman nama Bunda Maria.
Tempat peziarahan gua Maria Mawar sering dida­tangi oleh orang-orang dari berbagai daerah untuk me­ditasi dan berdoa. Jalan yang dilalui untuk menuju lokasi peziarahan melewati ladang-­ladang milik penduduk se­tempat yang mayoritas bukan Kristiani, tetapi memiliki rasa toleransi yang tinggi. Mereka dengan senang hati memberikan jalan bagi peziarah yang melakukan jalan salib bahkan tak jarang menawarkan minuman untuk sekadar melepas dahaga setelah pulang dari ziarah.
Tempat ini adalah aset rohani yang tak ternilai yang dimiliki Paroki Boyolali. Dengan kesederhanaan alami dari lereng Gunung Merapi, mencerminkan kesederhanaan Bunda Maria yang patut dibanggakan. Maka, sudah selayaknya Gua Maria itu dijaga clan dirawat agar dapat lebih memupuk iman dengan menunjukkan bakti kita pada Bunda Maria, Sang Mawar yang gaib.

STATUS TANAH MENJADI KENDALA
Namun sayang, Gua Maria Mawar sebagai tempat ziarah hingga saat ini belum dapat berkembang maksimal sebagai aset rohani bagi umat Paroki Boyolali. Pasalnya, masih ada ganjalan yang tidak bisa dianggap remeh, yaitu menyangkut status tanah lokasi Gua Maria tersebut. Pembelian tanah yang hanya dilakukan di bawah tangan itu tidak bersertifikat. Pada waktu Bapak Y Sugiri menjabat Camat Musuk (tahun 1995) bersama dengan Bapak Brotosuseno (katekis) telah borusaha semaksimal mungkin agar tanah itu dapat menjadi hak guna bangunan (HGB) milik umat Katolik. Namun, hingga sekarang hak itu belum dapat terwujud. Ini menjadi kendala apabila akan diadakan pembangunan gua tersebut. Menurut Bapak Yohanes Sutardjo (Ketua Stasi Musuk) ganjalannya terletak pada status tanah. Maksudnya, tanah yang digunakan sebagai lokasi Gua Maria itu adalah tanah Tarok". Artinya, tanah itu bisa disertifikatkan bila dibeli seluruhnya. Padahal satu patok luasnya 9 hektar, sedang areal lokasi Gua Maria sendiri hanya sekitar 350 m2. Maka, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tempat tersebut hanya dibiarkan apa adanya tanpa menambah bangunan apa pun. Hanya sesekali saja dibersihkan oleh umat sekitar dan kadang Mudika Paroki pun ikut kerja bakti membersihkan lokasi sekitar Gua Maria. Umat Paroki dan umat stasi Musuk khususnya masih tetap berharap suatu saat nanti masalah tersebut dapat terpecahkan sehingga dapat menggunakan tempat peziarah tersebut dengan perasaan yang lega dan aman. Syukur-syukur di tempat tersebut dapat dibangun lagi tempat yang Iebih pantas untuk Bunda Maria. Untuk itulah sebetulnya kepedulian dari Paroki dan bantuan pihak-pihak yang kompeten sangat dibutuhkan agar status tanah Gua Maria Mawar ini dapat segera diselesaikan.

DOA KEPADA BUNDA MARIA, PENOLONG UMAT

Santa Perawan Maria yang amat suci, bunga Mawar yang ajaib, dan yang terkandung tanpa noda dosa, Bunda kami yang lembut dan penolong yang ulung bagi segenap umat Kristiani, kami menyerahkan diri kami sepenuhnya kepada cintakasih dan pelayanan sucimu. Kami mempersembahkan kepadamu pikiran, perasaan, hati dan seluruh perasaan kami, dan segenap jiwa raga kami dan seluruh kekuatan kami. Kami berjanji untuk lebih giat bekerja demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa. Anugerahilah kami, yo Bunda Maria, bantuanmu, untuk disatukan di bawah perlindungan kasih keibuanmu.
Semoga pikiran akan kasihmu melahirkan devosi di kalangan putera­
puterimu menjadi sumber kekuatan yang besar bagi kami dan membuat kami menjadi pemenang atas musuh-musuh jiwa kami, baik dalam kehidupan maupun kematian, sehingga kami dapat menghadap hadiratNya di sorga abadi bersamamu dalam kesatuan Puteramu, Tuhan kami Yesus Kristus, kini dan sepanjang masa. Amin.