GUA
Maria Sendang Sriningsih berada di Stasi Dalem, Paroki Santa Perawan Maria
Bunda Kristus Wedi, Dusun Jali, Desa Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jaraknya dari pusat Kota Yogyakarta sekitar
30 kilometer. Gua ini berada di lereng Perbukitan Seribu. Dari atas perbukitan
itu, pada malam hari, para peziarah dapat memandang keindahan Kota Klaten Gua
Maria Sendang Sriningsih selalu ramai dikunjungi umat. Lebih-lebih lagi pada
malam Jumat Kliwon, jumlahnya berlimpah karena diadakan Misa Novena yang
diadakan pada pukul 21.00 Wib. Seusai perayaan Ekaristi, biasanya diadakan
upacara Penghormatan Sakramen Maha kudus atau yang sering disebut Astuti.
Lokasi
gua tersebut ditemukan pada tahun 1936 oleh Pastor Hardjosuwondo. Di situ ada
mata air yang disebut Sendang Duren. Suasananya teduh, sejuk clan menenteramkan
hati. Di sekitarnya tumbuh pohon beringin, gayam, mangga dan pohon jati. Sebab
itu, masyarakat setempat menganggap angker tempat itu. Lahan itu dimiliki oleh
Ny. Sutoikromo Rejosari. Tempat itu lazirn digunakan untuk bertapa dan
bersemadi. Romo sangat terinspirasi untuk membangun Gua Maria di situ. Akhirnya
tanah itu berhasil dibeli oleh Romo Hardjosuwondo pada tahun 1936 atas nama
Bapak lg. Atmosuwito.
Pembangunan
gua dimulai dengan pembuatan bak untuk menampung air yang selalu mengalir. Di
samping bak air itu dibangun rumah joglo yang dibeli dari daerah Gading, Gunung
Kidul. Patung Maria yang sedang menimang bayi Yesus ditempatkan di dalam rumah
itu. Patung itu dibikin oleh Bapak Brotosurnarto dari Serut dan dibantu oleh
Bapak Brotosukisno dari Jali. Bahan dasarnya terbuat dari batu murni yang
diambil dari Kaligesing wilayah Pathuk, Gunung Kidul. Selain itu, dibangun
stasi-stasi untuk proses Jalan Salib. Setelah selesai, gua ini diberi nama
Sendang Sriningsih. Meski masih sederhana, gua ini mulai dijadikan tempat
ziarah oleh umat sekitarnya, terutama dari Stasi Jali, Paroki Wedi dan Klaten.
Seizing
dengan perjalanan waktu, komplek Sendang Sriningsih senantiasa dibenahi tata
letak dan desainnya. Pada tahun 1953 dibangun Gua Maria di sebelah barat
ditambah altar yang cukup megah untuk ukuran waktu itu. Stasi-stasi jalan salib
juga diremajakan. Sejak saat itu, Sendang Sriningsih lebih dikenal oleh
masyarakat luar. Namun, dalam rentang waktu tertentu, gua ini sepi pengunjung,
bahkan ditelantarkan perawatannya karena kesulitan dana.
Pada
tahun 1958, pengelolaan gua ini diserahkan kepada lembaga Katolik Jali Gayamprit.
Salah satu kegiatannya adalah memperlebar halaman gua ke arah utara. Gua Maria
dipindahkan ke selatan menghadap utara. Rumah joglo dipindahkan ke halaman
Sendang Sriningsih sebelah utara (tempat joglo sekarang). Patung Bunda Maria
diganti dengan patung baru hasil karya Romo A. Soenarjo, SJ. Jalan menuju gua
juga dipindah lewat utara. Untuk menjamin pemeliharaan Gua Sendang Sriningsih
selanjutnya, sejak tahun 1976 pengelolaannya diserahkan kepada Paroki Wedi.
Berdasarkan keputusan itu, dibentuklah Panitia Sriningsih (PANSRI). Di bawah
PANSRI, pengelolaan gua ini mengalami peningkatan dan keberadaannya semakin
dikenal di kalangan umat Katolik.
Sejak
April 1979, PANSRI .memasang salib besar di bukit Golgota, membangun Gua Maria
baru dan membangun sebuah Kapel berbentuk joglo. Akhirnya, pada 19 Agustus
1979, Kardinal Yustinus Darmoyuwono selaku Uskup Agung Semarang meresmikan Gua
Maria Sriningsih. Sejak itu, jumlah peziarah yang berkunjung ke tempat suci
itu semakin bertambah.
TRADISI
Ada
beberapa tradisi menarik di Gua Maria Sendang Sriningsih. Pertama, setiap tanggal 30 April dan 30 September, mulai pukul
19.00 Wib diadakan prosesi oncor dari Gereja Santa Maria Marganingsih menuju
bukit Golgota Sedang Sriningsih sambil berdoa Jalan Salib sebagai tanda
pembukaan Bulan Maria dan Bulan Rosario, yang dilanjutkan dengan Misa Kudus di
Sendang Sriningsih.
Kemudian
dilakukan upacara penutupan setiap tanggal 31 Mei clan 31 Oktober.
Kedua, doa setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon
yang selalu dihadiri banyak umat. Sejak tahun 1985, setiap malam Jumat Kliwon di tempat ini dilakukan Misa Novena
yang dilanjutkan dengan Penghormatan Sakramen Mahakudus. Upacara ini selalu
dihadiri umat dari paroki-paroki terdekat.
Ketiga, perayaan
misa setiap malam Minggu pada bulan Mei dan Oktober. Perayaan ini bukan untuk
menggantikan misa Hari Minggu, melainkan untuk merayakan karya keselamatan
Allah bersama para peziarah yang datang dari berbagai daerah.
DOA KEPADA BUNDA ALLAH
Ya Santa Perawan Maria yang tidak bercela, Bunda
Allah, Ratu alam semesta, Bunda kami yang baik; engkau yang melampaui semua
santo-santa dalam kesucian, satu-satunya harapan para Bapa Gereja, dan suka
cita para santo-santa. Melaluimu kami telah diperdamaikan dengan Allah.
Engkau satu-satunya pembela kaum pendosa, dan penjamin keselamatan
mereka yang mengarungi samudera kehidupan ini. Yo Ratu Agung, Bunda Allah,
selimutilah kami dengan sayap-sayap betas kasihanmu dan kasihanilah
kami.
Kami harap hanya dalam engkau, ya Santa
Perawan yang amat suci, kini dan sepanjang masa. Amin.
Oh... Yesus.. kuatkan kami untuk melangkah |
Salib Kehidupan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar